Pada zaman dahulu kala Desa Tanjunganom masih berupa sebuah alas (hutan rimba) yang mana belum ada penghuninya. Pada suatu masa yang belum diketahui tahun berapa Masehi datanglah beberapa punggawa sakti dari Mataram (Ngayogyakarta Hadiningrat) ke daerah ini yang kemudian mereka berinisiatif membabat alas tersebut menjadikannya pemukiman, lahan perkebunan, pertanian dan bahkan persawahan, yang masuk kedalam wilayah Mataram, diantaranya:
Membabat alas sebelah timur lalu menamakan daerah tersebut Pendeng.
Membabat alas sebelah selatan lalu menamakan daerah tersebut Tanjung.
Membabat alas sebelah utara lalu menamakan daerah tersebut Padan.
Membabat alas sebelah barat lalu menamakan daerah tersebut Sorowangsan dan sodong.
Setelah mereka membabat alas tersebut jadilah 4 desa yang masing-masing sudah dinamai tersebut dan keempat orang tersebut memimpin masing-masing wilayah tersebut. Dengan seiring berjalannya waktu lama kelamaan mulai ramai orang-orang berdatangan dan menetap di daerah tersebut. Dan pada tahun yang belum diketahui secara pasti juga keempat desa tersebut digabung menjadi dua desa (blengketan) yang diberi nama Desa Tanjung dengan akuwu yang pertama bernama akuwu Partodidjoyo yang bermukim di wilayah pendeng dan mbah Bino diwilayah tanjung terus a peninggalan sejarah yang tidak diketahui kapan adanya karena sudah kedua wilayah menjadi satu dengan nama Desa Tanjunganom. Ada ratusan tahun yang silam yaitu adanya sumur gedhe dan pohon sambi.
Demikian sekelumit ringkasan Sejarah Desa Tanjunganom ,yang dapat kami tulis berdasarkan keterangan dari para narasumber.
Sebagian besar wilayah desa (sekitar 60%) merupakan persawahan dan perkebunan. Mayoritas penduduk desa beragama Islam. Kesenjangan sosial ekonomi pada masyarakat tidak terlalu nampak di desa. Secara ekonomi tidak ada keluarga yang sangat kaya. Rata-rata mengandalkan hidupnya dari perkebunan dan pertanian.